Sabtu, 29 September 2012


PROTEIN
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh., karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan baker dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsure-unsur C,H,O dan N yang tidak di miliki oelh lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsure logam seperti besi dan tembaga.
Sebagai zat pembangun protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran, pada masa kehamilan droteinlah yang membenuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio. Protein juga mengganti jaringan tubuh yang rusak dan yang di rombak. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada.
Protein dapat juga di gunakan untuk bahan baker apabila keperluan energi tunbuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah, yaitu dengan menimbulkan tekanan osmotic koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah. Sifat atmosfer protein yang yapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh. Protein dalam tubuh manusia, terutama dalam sel jaringan, bertindak sebagai bahan membrane sel, dapat membentuk jaringan pengikat misalnya kolagen dan elastin, serta membentuk protwin yang inert seperti rambut dan kuku. Di samping itu protein yang bekerja sebagai enzim, bertindak sebagai plasma (albumin), membentuk antibody, membentuk komplek dengan molekul lain, serta dapat bertindak sebagai bagian sel yang bergerak. Kekurangan protein dalam waktu lama dapat menggaggu berbagai proses dalam tubuh dan menurunnkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Siklus protein --> Di dalam tubuh manusia terjadi suatu siklus protein, artinya protein di pecah menjadi komponen-komponen yang ebih kecil yaitu adam amino dan atau peptide. Terjadi juga suatu sintesis protein baru untuk mengganti yang lama. Praktis tidak ada sebuah molekul protein pun yang di sintesis untuk di pakai seumur hidup. Semuanya akan di pecah dan di ganti dengan yang baru dengan laju yang berbeda tergantung jenis dan keperluanya dalam tubuh. Waktu yang di perlukan untuk mengganti separuh dari sejumlah kelompok protein tertentu dengan protein baru di sebut half life protein.
Asam amino --> Bila suatu protein di hidrolisis dengan asam, alkali, atau enzim, akan di hasilkan campuran asam-asam amino. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hydrogen, dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang di kenal sebagai karbon a, serta gugus R merupakan rantai cabang. Semua asam amino berkonfigurasi a dan mempunyai konfigurasi L kecuali glisin yang tidak memupunyai atom C asimetrik. Hanya asam amino L yang merupakan komponen protein. Karena itu penulisan isomer optic jarang dilakukan, dan bila tidak ada tanda apa-apa, maka yang di maksud adalah asam amino L.
Pemurnian protein --> Pemurnian protein merupakan tahap yang harus di lakukan untuk mempelajari sifat dan fugsi protein. Sejumlah besar protein lebih dari seribu, telah berhasil di isolasi dalam bentuk yang murni.
Kini protein yang dapat dipisahkan dari molekul-molekul kecil dengan cara dialysis melalui selaput semi permeable. Molekul-molekul dengan BM lebih besar dari 15.000 tertahan dalam kantung dialysis, sedang molekul-molekul dengan ukuran lebih kecil dan juga ion-ion akan melewati pori-pori selaput semi permeable tersebut keluar dari kantung dialysis.
Peneraan jumlah protein total --> Peneraan dalam baha makanan umumnya dilakukan beradasrkan peranan empiris, yaitu melalui penentuan kandungan N yang ada dalam bahan. Penentuqan dengan cara langsung atau absolute misalnya dengan pemiashan, pemurnian atau penimbangan protein akan memberikan hasil yang lebih tepat tetapi juga sangat sukar, membutuhkan waktu lama, ketrampilan tinggi dan mahal. Hanya untuk keperluan tertentu, terutama untuk penelitian yang lebih mendasar (nialai gizi protein tertentu, susunan asam amino, aktivitas ensimatis dan lain-lain) maka cara absolute ini perlu di tempuh. Peenraan jumlah protein secara empiris yang umum di lakukan adalah dengan menentukan jumlah N yang di kandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini di kembangkan oleh kjeldahl seorazng ahli ilmu kimia pada tahun 1883. dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang di tentukan. Akan tetapi secara teknis hal ini sulit sekali di lakukan dan mengingat jumlah kandungan senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan jumlah N total ini tetap di lakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein yang di tentukan berdasarkan cara kjeldahl ini dengan demikian serig di sebut kadar protein kasar.
Penentuan protein berdasarkan jumlah N menunjukan protein kasar karenqa selain protein juga terikut senyawa N bukan protein misalnya urea, asam nukleat, ammonia, nitrat,nitrit dan lain-lain. Penentuan cara ini yang paling terkenal adalah cara kjeldahl yang dalam perkembanganya terjadi berbagai modifikasi misalnya oleh gunning dan sebagainya. Analisa protein cara kjeldahl pada dasarnya dapat di bagi menjadi tiga tahapan yaitu destruksi, proses destilasi, dan proses titrasi.
Tahap destruksi. --> Pada tahapan ini sample di panaskan dalam asam sulfat pekat sehinggaterjadi destruksi menjadi unsure-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksida menjadi CO, dan CO2 dan H2O. sedangkan nitrogenya akan berubah menjadi (NH4)SO4. asam sulfat yang di pergunakan untuk destruksi di perhitugkan adanya bahan protein, lemak dan karbohidrat. Untuk emndestruksi 1 gr protein di perlukan 9 gr asam sulfat, untuk 1 gr lemak di perlukan 17,8 gr, sedangkan unutk 1 gr karbohidrat perlu asam sulfat yang paling banyk dan memerlukan waktu destruksi cukup lama, maka sebaiknya lemak di hilangkan lebih dahulu sebelum destruksi di lakukan. Asam sulfat yang di gunakan minimum 10 ml (18,4 gr).
Untuk mempercepat proses destruksi sering di tambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 atau CuSO4 dan HgO (20:1). Setiap 1 gr K2SO4 dapat menaikan titik didih 3 oC. suhu destruksi berkisar antara 370-410 oC.

Selama destruksi akan terejadi reaksi sebagai berikut :
HgO + H2SO4 --> HgSO4 + H2O
2HgSO4 --> Hg2SO4 + SO2 + 2On
Hg2SO4 + 2Hg2SO4 --> 2Hg2SO4 + 2H2SO4 +SO2
(CHON) + On + H2SO4 --> CO2 + H2O + (NH4)2SO4

proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjnadi jernih atau menjadi tidak berwarna. Agar supaya analisa lebih tepat maka pada tahap destruksi ini dilakukan pula perlakuan blanko yaitu untuk koreksi adanya senyawa N yang berasal dari reagensia yang di gunakan.
Tahap destilas --> Pada tahapdestilasi ammonium sulfat di pecah menjadi ammonia (NH3)dengan penambahan NOH sampai alkalis dan di panaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan maka dapat di tambahkan logam zink (Zn) ammonia yang di bebaskan selanjutnya akan di tangkap oleh larutan asam standar yang dapat di pakai adalah asam klorida atau asam borat 4%. Untuk mengetahiu bahwa asam dalam keadaan berlebihan maka di beri indicator misalnya BCG +MR /PP. destilasi di akhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi sempurna dengan di tandai destilat tidak bereaksi basis.
Tahap titrasi --> Apabila penampng destilasi di gunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar 0,01 N. akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik dan bila menggunakan indicator PP. selisish jumlah titrasi blanko dan sample merupakan jumlah ekivalen nitrogen.Apabila penampung destilasi di gunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat di ketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indicator (BCG + MR).

METODOLOGI
1. Alat dan Bahan untuk analisa kadar protein
Alat :
- labu kjeldhal
- kertas saring
- neraca analitik (neraca Ohaus)
- Erlemeyer 100 ml
- Labu ukur 100 ml
- Digestor
- Unit destilasi
- Blender
- Neraca analitik (neraca Ohaus)

Bahan :
- Tepung dedak 0,5028. g
- Selen 2.g
- Asam sulfat (H2SO4) 25 ml
- Aquades
- Phenopthalin (PP) 3-4 tetes
- Asam borat (H3BO4) 10 ml
- NaOH 7,5 ml
- HCl

2. langkah kerja untuk analisa kadar protein (Mthode kjeldhal)
- Timbang kertas saring, masukkan contoh bahan makanan (tepung dedak) ke kertas saring dan timbang sebanyak 0,5028 g dan selen sebanyak 2 g (sebagai katalis), bungkus menggunakan kertas saring dan masukkan ke tabung kjeldhal.
- Tambahkan Asam Sulfat (H2SO4) sebanyak 25 ml
- Destruksi dengan menggunakan Degestor sampai terbentuk larutan jernih kehijauan.
- Dinginkan ± 2-3 jam
- Masukkan ke labu ukur 100 ml
- Tambahkan aquades
- Dinginkan lagi
- Dikocok sampai larutanya homogen
- Di pipet 5 ml larutan dan masukkan ke labu kjeldhal yang kering dan bersih.
- Tambahkan larutan pp (phenopthalin) sebanyak 2-4 tetes.
- Destilasi dengan menggunakan asam borat (H3BO4) dengan menggunakan pipet 10 ml, masukkan kedalam erlemeyer.
- Larutan sample di tambahkan NaOH 7,5 ml, kemudian didestilasi
- Setelah destilasi dititrasi dengan HCl 0,01 akan terbentuk warna jernih hijau kebiru-biruan.
- Hitung kadar proteinya dengan cara menghitung dulu % N nya dan kalikan dengan factor konfersi 6,38 untuk % proteinya.


PEMBAHASAN
Berdasartkan hasil pegamatan di peroleh hasil yang berbeda dengan metode yang sama tetapi menggunakan bahan sample yang berbeda. Tahap tahap untuk melakukan proses penentuan protein total yang pertama yaitu tahap destruksi dan di lanjutkan dengan tahap destilasi yang kemmudian di lakukan tahap titrasi.
Yang pertama yaitu tahap destruksi. Sebelum tahap destruksi dilakukan yang pertama yaitu di lakukan penimbangan dan kemudian sample di tambahkan kurang lebih 2 gram larutan selen. Larutan selen di sini berfungsi sebagai ktalisator aitu untuk mempercepat proses destruksi
Dalam tahap penambahan selen ini harus benar-benar di perhatikan dengan baik. Hal ini di sebabkan karena jika selen yang di tambahkan terlalu banyak akan menyebabkan hilangnya nitrogen yang berada pada sampe tersebut sehingga nantinya pada saat penentuan akhir tidak akan teliti atau tidak yang sebenarnya ada pada sample tersebut. Tetapi selain itu juga selen tidak boleh terlalu sedikit, hal ini karena selen yang terlalu sedikit akan menyebabkan lambatnya proses destruksi yag akan berlangsung selain itu juga selen dapat berfungsi sebagai atau dapat mempercepat panas pada tahap destruksi.
Berdasarkan perhitungan maka kadar nitrogen akan berpengaruh terhadap jumlah kadar protein karena untuk penentuan protein secara tidak langsung atau dengan cara penentuan empiris melalui pentuan kandungan nitrogen pada bahan yang kan di uji. Maka semakin besar kadarnitrogennya maka akan semakin besar kadar proteinnya
Untuk sample pada saat parktikum yang di gunakan yaitu pakan ternak dengan produksi yang berbeda-beda dan setelah di lakukan uji coba penentuan protein terny ata hasil yang di peroleh berbeda-beda.
Semakin tinggi kadar protein pada pakan ternak tersebut maka kualitas pakan ternak tersebut akan semakin bagus nilai gizinya pada ternak tersebut. Dan berdasarkan hasli uji maka di peroleh kadar protein yang tertinggi yaitu pakan ternak yang bermerek MBN karena merek MBN ini di peroleh kadar nitrogen yang tinggi sehingga kadar proteinnyq pun akan semakin tinggi pula.
Sebelum melakukan penentuan kadar protein maka yang pertama yaitu melakukan standarisasi pada larutan HCL dan NaOH dengan menggunakan asam oksalat. Standarisasi ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan nomalitas larutan tersebut karena akan mempengaruhi hasilakhir penentuan total protein.

a. tahap destruksi
Pada tahap destruksi ini saple di pecah sehingga pada tahap yang berikutnya kan di peroleh hanya kadar proteinya saja yang dapat di hitung. dalam hal ini terjadi pemecahan molekul-molkul oleh larutan H2SO4 pekat dan sebagai katalisator yang di tambahkan larutan selen pada sample. Nitrogen yang ada pada sample tersebut akan di ubah menjadi garam-garam ammonium pada proses destruksi oleh asam sulfat.

b. tahap destilasai
pada tahap destilasi ini dilakukan penambahan larutan NaOH dan pemanasan. Dengan adanya penambahan tersebut maka akan membebaskan suatu gas yaitu gas ammonia yang bersifat basa dan pada tahap ini gas terseut tidak boleh keluar dari larutan nitrogen tersebut karena gas tersebut akan menjadikan tanda bahwa destilasi akan selesai jika dikakukan dengan menggunakan kertas lakmus tersebut yaitu tidak berubah warna yaitu jika kertas lakmus pada awalnya merah maka tidak akan beubah menjadi warna lain selain merah.
Adapun reaksi dari pada prodes destilasi iini yaitu
NH4+ + OH -> H2O + NH3 atau
(NH4)2SO4 + 2NaOH --> 2NH3 + Na2SO4 N+ 2H2O
proses iini akan membebaskan NH3 sehingga akan tertampung dalam H3BO3 dan yang selanjutnya akan di lakukan pada proses titrasi;.

c. tahap titrasi.
Titrasi ini di maksudkan untuk menentukan seberapa banyak volume HCL yang di perukan yaitu untuk merubah warna larutan yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi warna merah. Dalam hal ini untuk mempercepat terjadinya perubahan warna merah maka dapat di gunakan indikor. Dalam hal ini indicator yang di gunakan yaitu bromkresol dan metil merah
Pada tahap titrasi ini harus di perhatikan betul-betul karena jika HCL yang di dgunakan untuk titrasi terlalu banyakj maka akan mempengaruhi perhitungan total proptein sehingga kadar protein tidak akan benar atau akan semakin banyak karena terjadi salah perhitungan pada saat titrasi.

Titik kritis yang terjadi pada saat uji total protein yaitu
1. pada saat tahap destilasi yaitu apabila gas ammonia tidak tercelup kelarutan protein akan menyebabkan tidak bereaksiya gas ammonia tersebut yang bersifat basa.
2. pada saat penambahan selen di harapkan tidak boleh terlalu banyak karena akan mempengaruhi hasil akhir yang di peroleh yaitu jika terlalu banyak selen yang di tambahkan maka nitrogen yang berada pada sample akan hilang.
3. pada tahap titrasi yaitu tidak boleh berlebihan karena akan menyebabkan terjadinya kesalahan dalam proses perhitungan.

KESIMPULAN
- Dalam tahap penambahan selen ini harus benar-benar di perhatikan dengan baik. Hal ini di sebabkan karena jika selen yang di tambahkan terlalu banyak akan menyebabkan hilangnya nitrogen yang berada pada sampe
- pada tahap destilasi ini dilakukan penambahan larutan NaOH dan pemanasan. Dengan adanya penambahan tersebut maka akan membebaskan suatu gas yaitu gas ammonia yang bersifat basa
- Dalam tahap penambahan selen ini harus benar-benar di perhatikan dengan baik. Hal ini di sebabkan karena jika selen yang di tambahkan terlalu banyak akan menyebabkan hilangnya nitrogen yang berada pada sampe tersebut sehingga nantinya pada saat penentuan akhir tidak akan teliti atau tidak yang sebenarnya
- Pada tahap titrasi ini harus di perhatikan betul-betul karena jika HCL yang di dgunakan untuk titrasi terlalu banyakj maka akan mempengaruhi perhitungan total proptein sehingga kadar protein tidak akan benar atau akan semakin banyak karena terjadi salah perhitungan pada saat titrasi.
- berdasarkan hasli uji maka di peroleh kadar protein yang tertinggi yaitu pakan ternak yang bermerek MBN karena merek MBN ini di peroleh kadar nitrogen yang tinggi sehingga kadar proteinnyq pun akan semakin tinggi pula.

Sumber :

Minggu, 23 September 2012

Analisa Lemak



Analisa Lemak-Minyak
1.      Metode soxhlet
Prinsip Analisis : ‡ Ekstraksi lemak dengan pelarut lemak seperti petroleum eter, petroleum benzena, dietil eter, dll. ‡ Berat lemak diperoleh dengan cara memisahkan lemak  dengan pelarutnya (menguapkan pelarut dengan pemanasan).
Tujuan : ‡ Mengetahui prinsip dasar analisis lemak dengan menggunakan metode soxhlet ‡ Membandingkan kadar lemak  dari berbagai produk daging dan kacang-kacangan
Bahan dan Alat
Bahan : Dietil eter atau pelarut lemak  lainnya, Sosis ayam, Daging ayam, Nuget ayam, Bakso ayam, Kacang rebus, Kacang goreng, Kacang oven, Kacang mentah. Alat : Alat ekstraksi soxhlet lengkap dengan kondenser dan labu lemak, Alat pemanas listrik atau penangas uap, Oven, Timbangan analitik, Desikator, Kapas wool, Kertas saring
Prosedur Kerja
Sediakan labu lemak  yang ukurannya sesuai, keringkan dalam oven, dinginkan dalam desikator dan timbang. Timbang 5 gram sampel dalam bentuk tepung langsung dalam saringan timbel, yang sesuai ukurannya, kemudian tutup dengan kapas wool yang bebas lemak  Letakkan timbel atau kertas saring yang berisi sampel tersebut dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian pasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak  di bawahnya. Tuang pelarut dietil eter atau petroleum eter ke dalam labu lemak secukupnya, sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan.
Prosedur Kerja
Lakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak  berwarna jernih. Distilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak, tampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan dinginkan dalam desikator, timbang labu beserta lemaknya tersebut. Berat lemak dapat dihitung.
% lemak  =  Berat lemak (g) /  Berat sampel x 100 

2.      Bilangan peroksida
Prinsip : Pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari kalium iodida (KI). Iod dilepaskan dari KI akibat reaksi oksidasi oleh peroksida yang ada dalam sampel di dalam medium asam asetat-kloroform
Alat : Neraca analitik, Erlenmeyer 250 ml, Buret, Stirer/shaker Pipet
Bilangan peroksida (mek/kg) = ml Na-tiosulfat X Normalitas X1000  / Berat contoh (g)
Bahan
Pelarut, terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% kloroform. Kalium iodida jenuh. Larutan pati 1% Natrium tiosulfat 0,1 N Akuades Minyak goreng curah Minyak goreng dalam kemasan Minyak goreng bekas Minyak zaitun Minyak sayur Minyak ikan Minyak kelapa Susu dalam kemasan Santan cair dalam kemasan
Alat
Neraca analitik Buret Erlenmeyer 250 ml Stirer/shaker Pipet
Prosedur kerja
Timbang 5 g contoh minyak ke dalam erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 30 ml pelarut, kocok sampai semua minyak larut. Tambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, kocok selama 2 menit. Tambahkan 30 ml akuades. Lakukan titrasi dengan Na-tiosulfat 0,1 N atau 0,01 N. Titrasi berakhir sampai warna biru mulai menghilang. Dengan cara yang sama buat blanko. Angka peroksida dinyatakan sebagai miliekuivalen peroksida dari setiap 1000 g sampel. 

3. Asam lemak bebas
Definisi : Jumlah asam lemak bebas dalam sampel dan merupakan parameter mutu minyak/ lemak atau produk pangan yang mengandung lemak /minyak. Prinsip : Titrasi asam-basa dalam medium etanol. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi adalah fenolftalein.
Bahan dan Alat
Bahan : - Etanol 96% - Larutan NaOH 0,1 N - Indikator fenolftalein (PP) - Minyak goreng bekas - Susu cair dalam kemasan - Santan cair dalam kemasan Bahan : - Minyak zaitun - Minyak sayur - Minyak ikan - Minyak kelapa - Minyak jagung - Minyak goreng curah - Minyak goreng kemasan
Peralatan : Neraca analitik, Erlenmeyer 250 ml, Buret
Prosedur Kerja
Timbang sampel sebanyak 28,2±0,2 g. Masukkan dalam erlenmeyer. Tambahkan 50 ml alkohol dan 2 ml larutan indikator PP. Lakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah jambu yang permanen selama 30 detik.
 

4. Bilangan tba
Bilangan TBA : Indikator oksidasi sekunder yang terjadi pada minyak/lemak  atau produk pangan berminyak/berlemak. Prinsip Analisis : Pereaksi 2-asam tiobarbiturat (2-TBA/thiobarbituric acid) bereaksi dengan malonaldehida membentuk warna merah sehingga bisa dikuantifikasi dengan spektrofotometer. Perhitungan : Bilangan TBA dinyatakan sebagai mg malonaldehida per kg sampel. Bilangan TBA = 7,8 X D
Bahan
HCl 4 M ereaksi (0,2883 g 100 l asa asetat glasial 90 ). elaruta a at ie rce at e ga e a asa ala e a gas air. Mi yak g re g cura Mi yak g re g ala ke asa Mi yak g re g bekas Susu cair ala ke asa Sa ta cair ala ke asa Mi yak zaitu Mi yak sayur Mi yak ika Mi yak kela a Mi yak jagu g
Alat
Alat distilasi Waring blender untuk sampel berlemak Batu didih Anti foaming agent Tabung reaksi bertutup
Prosedur Kerja
Timbang sampel sebanyak 10 g dalam labu destilasi. Tambahkan 98,5 ml akuades dan 1,5 ml HCl 4 M sampai pH menjadi 1,5. Tambahkan batu didih dan anti foaming agent secukupnya. Pasang labu destilasi pada alat desilasi. Destilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi sampai terbentuk distilat sebanyak 50 ml. Aduk rata destilat yang diperoleh.

Minggu, 16 September 2012

Gula Reduksi

Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula yang termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam gula non reduksi adalah sukrosa (Team Laboratorium Kimia UMM, 2008).
Salah satu contoh dari gula reduksi adalah galaktosa. Galaktosa merupakan gula yang tidak ditemui di alam bebas, tetapi merupakan hasil hidrolisis dari gula susu (laktosa) melalui proses metabolisme akan diolah menjadi glukosa yang dapat memasuki siklus kreb’s untuk diproses menjadi energi. Galaktosa merupakan komponen dari Cerebrosida, yaitu turunan lemak yang ditemukan pada otak dan jaringan saraf (Budiyanto, 2002).
Sedangkan salah satu ontoh dari gula reduksi adalah Sukrosa. Sukrosa adalah senyawa yang dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai gula dan dihasilkan dalam tanaman dengan jalan mengkondensasikan glukosa dan fruktosa. Sukrosa didapatkan dalam sayuran dan buah-buahan, beberapa diantaranya seperti tebu dan bit gula mengandung sukrosa dalam jumlah yang relatif besar. Dari tebu dan bit gula itulah gula diekstraksi secara komersial (Gaman, 1992).

Struktur glukosa
Struktur fruktosa
Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keto bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktifitas enzim, dimana semakin tinggi aktifitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan. Jumlah gula pereduksi yang dihasilkan selama reaksi diukur dengan menggunakan pereaksi asam dinitro salisilat/dinitrosalycilic acid (DNS) pada panjang gelombang 540 nm. Semakin tinggi nilai absorbansi yang dihasilkan, semakin banyak pula gula pereduksi yang terkandung

 http://id.wikipedia.org/wiki/Gula_pereduksi
http://zaifbio.wordpress.com/2009/01/30/glukosa-darah/